Maunya Moderat, Malah Ambyar!

Hari ini, fundamentalisme dan radikalisme sudah jadi stempel bagi siapapun yg tidak mau memilih menjadi muslim moderat. Masalahnya, istilah moderat versi musuh Islam bukanlah moderat versi Al-Quran yaitu ‘ummatan washatan’ (umat pertengahan), namun istilah moderat kini diklaim dgn definisi ala liberal, anti-Islam.

Di satu situs anti-Islam, kata moderat berarti: tidak anti bangsa semit, anti-khilafah, kritis thd Islam, Nabi bukan contoh yg layak ditiru, pro-kesetaraan gender, anti-jihad, pro-kebebasan beragama, netral thd zionis, tidak marah saat Islam dikritik, anti-fashion Islami, dan pro-humanisme universal.

Sedangkn moderat versi Barat, menurut Graham Fuller adalah menolak literalisme dlm memahami kitab suci, tidak boleh ada monopoli penafasiran Islam, persamaan dgn agama lain, dan tidak menolak kebenaran agama lain. Lebih konyol lagi, Ariel Cohen mengatakan, moderat itu bebas menyembah Allah dengan cara sendiri.

Sekarang definisi2 itu didoktrinkan kepada masyarakat awam diseluruh dunia untuk membuat dikotomi: “Kalo kamu gak bolehin orang ngkritik syariat Islam, maka kamu radikal!”, “Kalo kamu gak mengakui agama2 lain benar, maka kamu fundamentalis!”, “Kalau kamu gak bolehin orang lain menafsiri isi Al-Quran terserah dia, maka kamu puritan fasis!” Padahal apa yang terjadi jika kita mengkritik syariat Allah? Apa yang terjadi jika kita mengakui kebenaran agama lain? Apa yang terjadi kalau Al-Quran boleh ditafsiri bebas? Kamu bisa jawab sendiri.

Kata “wasathan” dalam Bahasa Arab dapat diartikan dgn beberapa makna: adil, seimbang, pertengahan (moderat), dan terbaik (pilihan). Di Al-Baqarah ayat 143 dgn jelas menerangkan umat Muslim sebagaimana dikehendaki Allah Swt, yaitu menjadi umat yg moderat, seimbang, adil, tapi tetap dalam koridor syariat, sehingga mereka mampu menjadi saksi atau teladan bagi umat lain. Bukan loss ambyar kayak liberal.

Jika faham moderat ala liberal muncul sebagai respon terhadap kelompok “ekstrimis muslim” yang suka menzhalimi orang lain, maka itu sama saja “kesesatan dilawan dengan kesesatan”. Dua2nya sama2 salah.

Kata Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, “Untuk mengalahkan bayang-bayang fundamentalisme tidak perlu liberalism. Dan agar menang melawan hegemoni kolonialisme Barat tidak perlu ekstremisme.” Maka tetaplah menjadi moderat dalam definisi yang semestinya. Nggak dilebih-lebihkan, nggak dikurang-kurangi.*()

instagram : @adityaabdurrahman

Benarkah Slogan “Humanity Above Religion”?

Oleh: @adityaabdurrahman

Slogan tersebut akhir2 ini cukup mengusik saya. Bagaimana mungkin kemanusiaan bisa diberikan tempat yg lebih tinggi dari agama?

Mungkin boleh2 saja kalau mereka yg menggunakan slogan ini bukan muslim. Karena itu urusan internal agama lain. Tapi kalau seorang muslim ikut menggunakan slogan ini, saya pikir pemahamannya perlu diluruskan.

Dr. Zakir Naik pernah ditanya tentang hal ini. Mana yg harus didahulukan, kemanusiaan, ataukah agama? Jawab beliau simple. “Jika saya (sebagai muslim) yang ditanya, maka saya akan jawab bahwa Islam yg lebih utama. Karena Islam telah meliputi kemanusiaan. Karena dalam Islam, seluruh aspek kemanusiaan dibahas didalamnya. Tidak ada satupun aspek dalam ajaran Islam yg bertentangan dgn kemanusiaan secara keseluruhan.”

Namun demikian, sebagian orang ada yg mengatakan bahwa slogan ini adalah untuk menyindir orang2 yg berbuat kejahatan kemanusiaan dengan mengatasnamakan agama. Mereka menganggap bahwa orang yg fanatik dalam beragama akan cenderung melakukan hal2 yg menguntungkan diri/ kelompoknya sendiri, tanpa peduli dengan orang lain. Agama dijadikan tameng untuk melakukan perbuatan apapun seenaknya sendiri.

Tanggapan saya, seandainya orang tsb muslim dan pemahaman keislamannya benar, tidak mungkin dia membahayakan bagi kemanusiaan. Jika ada muslim yg merugikan bagi kemanusiaan, maka dia bukanlah muslim sejati!

Akmal Sjafril #ITJ mengatakan “jika kemanusiaan itu ada diatas agama, maka agama apa yg mau kita pakai sebagai standar kemanusiaan? Atau standar kemanusiaan versi siapakah yg akan kita pakai?” Krn ini akan jadi masalah ketika standar kemanusiaan itu bertentangan dengan versi Allah.

Perlu kita sadari bahwa akhir2 ini orang2 sekuler berusaha menanamkan kepada dunia bahwa jadi orang baik itu nggak perlu beragama. Karena menurut mereka baik dan buruk itu bisa dibentuk oleh empati, bukan oleh agama. Dari pemikiran itu lahir statement2 menyesatkan seperti “Gapapa minum alkohol, yang penting kamu nggak ganggu orang lain”, “Gapapa jadi pezina, yang penting suka menolong”, atau “Pilih mana, pemimpin muslim tapi korupsi atau pemimpin kafir tapi jujur dan baik?”

Padahal dalam Islam jelas dan tegas. Kebaikan itu bukan cuma dinilai dari sisi seseorang itu tidak mengganggu orang lain, tapi dia juga wajib meninggalkan khamr. Kebaikan itu bukan cuma karena suka menolong, tapi juga harus meninggalkan zina. Sebagaimana pemimpin yang baik dalam Islam adalah yg muslim dan yg jujur. Namun opsi itu tidak dihadirkan sebagai alternatif.

Selamat datang di zaman fitnah. Ketika kebenaran semakin dikaburkan oleh kaki tangan Dajjal. Nabi Saw menyebutnya dengan istilah Fitnah Duhaima’. Sebagaimana pesan Nabi Saw, yg selamat di zaman fitnah ini hanyalah mereka yg menggenggam erat Al-Quran dan As-Sunnah. Jika tidak, sulit bagi manusia bisa selamat darinya. Paginya beriman, sorenya bisa kafir. Sorenya beriman, paginya bisa kafir. Naudzubillah.*()

Kampus Islami, Rasa Kampus Sekuler

SUBCHAOSZINE–Suatu hari ada seorang mahasiswa menghubungi saya, katanya ingin meneliti tentang komunitas Punk Muslim. Dia memperkenalkan dirinya sebagai mahasiswa perguruan tinggi Islam, bukan perguruan tinggi sekuler. Saya belum menyetujui dia meneliti Punk Muslim, sebelum saya membaca isi dari latar belakang penelitiannya.

Akhirnya saya ajak dia ketemuan. Di Kampus tempat saya ngajar. Saya baca proposalnya. Dan saya melihat, tidak ada satupun kutipan dari ayat Al-Quran, Hadits, maupun pendapat para ulama tentang penelitian yang mau dia bikin itu. Semuanya ngutip teori-teori Barat.

Lalu saya bilang, “kamu dari kampus islami tapi kok nggak pakai sumber-sumber yang islami sih? Malah ini isinya teori2 Barat semua. Trus apa bedanya kamu kuliah di kampus Islami dengan kamu kuliah di kampus sekuler?”

Lalu kemudian saya minta dia merevisi proposal skripsinya, kalau masih ingin menjadi Punk Muslim sebagai objek penelitian. Biar dia mikir, bahwa kaum muslimin harus punya izzah atau pride terhadap tradisi keilmuannya sendiri. Jangan cuma ngekor ke Barat, udah gitu menggunakan kami (punk muslim ) sebagai obyek penelitian. Enak aja, saya nggak sudi!

Alhasil, saya tunggu sampai saat ini dia nggak balik ke saya lagi. Hehehe…

Mungkin dia mikir, “busyet dah, ini dosen luar kampus ternyata lebih rewel dari dosen saya sendiri!”*[]

Menyikapi Modernisme Barat

SUBCHAOSZINE–Banyak para cendekiawan muslim di masa lalu yang menulis buku2 tentang sikap umat Islam terhadap dunia modern. Salah satunya Muhammad Asad, seorang yahudi yang masuk Islam dan menjadi pemikir Islam yang hebat.

Menurut Asad, dalam bukunya Islam At The Crossroad (Islam di Persimpangan Jalan) yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa, mengatakan bahwa yang dikhawatirkan dari umat Islam dalam menyikapi modernisme adalah “IMITATION” alias meniru atau mengimitasi seluruh pemikiran, cara pandang, dan gaya hidup Barat.

Karena, menurut saya, kalau itu terjadi, maka berarti sudah tidak ada izzah (harga diri) bagi kaum muslimin terhadap agamanya sendiri sehingga begitu silaunya mereka dengan peradaban Barat.
Kedua, berarti terjadi pembaratan dunia Islam, yang mana umat ini akan condong pada pemikiran sesat sekulerisme dan liberalisme.

Mungkin inilah yang disebut fitnah akhir zaman, yaitu fitnah Duhaima’. Fitnah yang membuat kita kafir tanpa kita sadari karena banyaknya aliran dan pemikiran penyimpang.

Semoga Allah melindungi kita dan keluarga kita dari fitnah itu. Aamiin.

Jauh Melampaui Straight Edge

SUBCHAOSZINE–Saya mengenal straight edge sejak saya mengenal Minor Threat sekitar tahun 1997-an. Saya merasa gaya hidup itu keren, karena disaat kebanyakan orang memberikan stigma negatif terhadap hardcore punk sebagai subkultur yang identik dengan alkohol, rokok, seks bebas, dan narkotika, di dalam straight edge justru saya mengenal kebalikannya: sebuah subkultur hardcore punk yang bersih, terbebas dari hal-hal negatif tadi.

Tapi jujur, saya nggak terlalu sulit untuk menjalankan gaya hidup straight edge ketika itu. Karena sejak kecil, orang tua saya sudah cukup banyak mendidik saya agar menjadi seorang muslim. Iya, saya seorang muslim, yang dilahirkan ditengah-tengah keluarga muslim pula. Menurut saya dulu, nggak terlalu sulit menjalankan straight edge, karena dalam agama kami sudah melarang alkohol, zina, rokok dan narkotika. Jadi saya sejak itu menyatakan diri sebagai penganut gaya hidup straight edge, yang sebenarnya kondisinya nggak terlalu jauh beda dengan sebelum saya memakai label itu.

Tapi saat itu saya merasa lebih keren. Lebih bangga. Lebih pede ketika datang ke gigs-gigs dan manggung, sambil memakai tanda “X” di punggung kepalan tangan kanan dan kiri. Nggak ada yang mencemooh. Nggak ada yang nyinyir melihat saya seperti itu. Sebagian besar teman-teman justru respek kalau ada yang benar-benar serius menjalani straight edge.

Namun hari demi hari saya semakin tertarik untuk mengkaji tentang straight edge. Semakin lama semakin berkembang dan semakin radikal. Kemudian beberapa musisi hardcore punk memadukan gaya hidup ini dengan agama-agama tertentu yang mereka anut. Lalu muncul-lah Hare Khrisna atau Khrisna-core, Christian-core, bahkan sampai ada yang mendeklarasikan Muslim-core. Pada intinya, mereka memadukan gaya hidup positif tersebut dengan ajaran-ajaran agama yang sama-sama mengajak untuk menjadi pribadi yang positif.

Disinilah pintu saya kemudian jadi lebih tertarik mendalami agama saya sendiri. Agama Islam. Sebuah agama yang sebenarnya sudah saya anut sejak saya kecil. Saya belajar tentang Islam lebih dalam tentang makna keikhlasan dalam beraktivitas. Terlebih dalam menjalani suatu pekerjaan. Kalau setiap aktivitas kita diniatkan hanya untuk mencari keridhaan Allah Swt, maka aktivitas itu akan bernilai pahala.

Kemudian saya jadi lebih tahu bagaimana caranya mendapatkan keridhaan Allah Swt dalam aktivitas-aktivitas kita. Termasuk bagaimana cara agar aktivitas kita itu bisa mendatangkan pahala, balasan positif dari Allah Swt.

Pertama, aktivitas itu harus didasari dengan anggapan bahwa kita melakukan itu semata-mata karena Allah Swt yang memerintahkan kita untuk melakukannya. Bukan karena motif lain selain itu. Kalau melakukan sesuatu cuma karena kelihatan keren, itu berarti belum bener. Maka melakukan sesuatu yang benar adalah ketika kita melakukannya karena Allah Swt yang memerintahkannya.

Kedua, jika kita ingin melakukan suatu perbuatan, baik yang berupa keyakinan maupun ritual fisik, semuanya wajib didasarkan kepada apa yang sudah dicontohkan Rasulullah Saw. Kalau beliau saw mencontohkan atau mempraktekkan, maka kita ngikut. Kalau enggak, maka jangan bikin-bikin yang baru. Karena syaratnya agar amal kita diterima adalah harus sesuai dengan apa yang sudah dicontohkan Nabi Saw. Misal, para penganut straight edge biasanya menolak seluruh makanan yang berasal dari hewan. Mereka hanya mau memakan tumbuh-tumbuhan (vegetarian/vegan). Nah, hal ini tidak dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Bahkan dalam beberapa ayat Al-Quran dan Hadits memerintahkan kita untuk memakan daging sembelihan hewan yang halal. Kalau nggak makan daging hanya karena alasan ingin jadi seorang straight edge militan, itu nggak dibenarkan dalam Islam. Yang boleh menjadi vegan hanya orang-orang yang secara khusus memiliki penyakit yang memang mewajibkan mereka hanya makan tumbuh-tumbuhan saja. Nah, kalo itu pengecualian.

Alhamdulillah, setelah paham dengan hal poin-poin diatas, saya jadi optimis untuk meninggalkan straight edge dan beralih secara totalitas ke ajaran Islam saja. Meskipun nggak terlalu signifikan juga bedanya. Saya tetap anti rokok, anti alkohol, anti zina, dan anti narkoba seperti saat saya masih straight edge, namun kali ini saya jauh lebih pede dan merasa lebih nyaman dengan niat dan motivasi yang baru. Saya sadar bahwa resep ini sudah ada sejak 1400 tahun sebelum Ian MacKaye bicara soal straight edge. Resep lama yang tidak pernah saya perhatikan.

Saya merasa menjadi muslim secara totalitas bisa jauh melampaui kehebatan straght edge, karena saya yakin bahwa setiap perintah dan larangan dalam Islam pasti memiliki hikmah yang luar biasa. Selain Allah Swt akan mencatat aktivitas kita sebagai aktivitas berpahala, ada hikmah-hikmah yang mungkin hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang memiliki iman di hatinya. Selamanya orang-orang diluar Islam nggak akan paham apa yang saya rasakan ini. Tapi tidak mengapa. Karena iman nggak bisa dipaksakan. *[]

Oleh: Aik

Hark! It’s A Crawling Tar-tar dan Gambar Masjid Hancur

fan page hark
Gambar masjid hancur yang menjadi cover picture dari fan page Hark! It’s A Crawling Tar-tar

Oleh: Aik

SUBCHAOSZINE–Iya, saya tahu kalau vokalis Hark ini agak sensi dengan istilah-istilah yang berbau Islam, khususnya yang berbau.. ehm.. “fundamentalis”. Kentara sekali kalau baca lirik-lirik lagunya seperti “Runtuhnya Surau Mereka” atau “Kirim Balik Armada itu Ke Gujarat”.

Tapi menurut saya, menggeneralisasi dengan mengungkapkan kebencian dengan cara memakai semiotika gambar masjid yang sedang hancur/runtuh itu sangat mengganggu. Kebencian yang mereka klaim ditujukan kepada ‘fasis’ seharusnya juga mereka lakukan secara proporsional tanpa harus memakai penistaan kepada simbol-simbol yang sifatnya general (simbol Islam secara umum). Seharusnya lebih adil kalau mereka to the point saja, siapa orang atau ormas yang mereka benci, lalu ungkapkan kebencian mereka dengan alasan-alasan yang logis. Bukan membenci sebagian kelompok Islam kemudian menistakan rumah Allah (masjid) yang bagi kami umat muslim adalah tempat yang mulia dan suci. Dan yang lebih penting lagi, tidak ada hubungannya antara masjid dengan kekerasan yang mereka (Hark) benci.

Adil kah jika saya membenci seseorang kemudian saya injak foto keluarganya yang didalamnya ada ayah, ibu, adik, kakak, yang tidak punya masalah dengan saya? Saya pikir vokalis Hark tidak sebodoh dan segegabah itu sampai melakukan tindakan yang emosional/reaksioner seperti itu.*[]

Ketika Musik Sudah Menjadi ‘Agama’

yesus anarkis“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)

SUBCHAOSZINE–Saya masih ingat betul bagaimana 3 tahun lalu saya pernah di hujat gara-gara sebagian orang yang tidak terima dengan pernyataan-pernyataan saya tentang punk dan Islam. Waktu itu disebuah grup sosial media hujatan yang kontra dengan saya mencapai lebih dari 1000 komentar dalam satu kali postingan. Rata-rata mereka tidak terima dengan tulisan-tulisan saya yang sering membuat perbandingan-perbandingan antara ideologi yang dianut punk dengan ideologi Islam.

Padahal sebagai seorang muslim tentu saya merasa sah-sah saja membawa nama Islam sebagai solusi setiap permasalahan yang saya hadapi dalam kehidupan saya pribadi dan dalam bermasyarakat. Itu hak saya. Dan mencatut istilah punk, itu juga hak saya. Karena saya merasa istilah itu tidak pernah dimiliki secara resmi oleh siapapun didunia ini sejak kemunculannya. Tidak ada yang berhak mengatakan bahwa punk itu harus begini dan begitu. Tidak ada yang berhak untuk mengatakan bahwa kalau kamu punk, maka jangan bawa-bawa agama. Karena dalam ‘undang-undang’ per-punk-an tidak pernah dibolehkan orang menggunakan nama punk tanpa ijin para ‘petinggi’ punk yang ada.

Memang menurut saya aneh. Ketika punk disebut-sebut, dan isinya tidak untuk memuja-mujinya, atau bahkan malah mengkritik punk itu sendiri, respon mereka benar-benar dahsyat. Respon tersebut mungkin melebihi jika ibu kandung mereka dimaki-maki. Respon yang tidak wajar yang dipakai untuk membela sebuah istilah yang dibawa oleh band-band asing yang sedang marah dengan kondisi sosialnya ditempat mereka tinggal yang jauh di Barat sana.

Musik metal pun demikian. Sejak kemunculan One Finger Movement (atau yang sering dikenal dengan gerakan Salam Satu Jari) yang dicetuskan oleh Ombat-Tengkorak membawa slogan-slogan Islam dalam scene metal, meski banyak yang menerima, ternyata para haters-nya pun juga banyak. Mereka yang membenci biasanya memiliki alasan yang sama yaitu menentang keras mencampurkan agama kedalam musik metal. Agama ya agama. Metal ya metal. Keduanya harus dipisahkan. Itu kata mereka.

Selain itu, saya juga sering kali menemui banyak perdebatan di grup-grup yang ada di facebook tentang kemarahan yang berlebihan dari orang-orang tertentu yang tidak terima aliran musik yang dianutnya itu dijelek-jelekkan atau diolok-olok oleh orang lain. Seperti beberapa minggu lalu grup metal diejek oleh salah satu orang yang mengaku penggemar musik reggae. Setelah itu bisa ditebak, grup itu berisi puluhan komen-komen yang berisi kata-kata kotor yang saling mengejek satu sama lain. Persis orang-orang fasis. Kedua belah pihak saling merendahkan satu sama lain dan fanatik terhadap aliran musiknya sendiri.

Saya sampai tidak habis pikir sampai se-fanatik itu para penggemar musik di scene underground ini hingga seolah aliran musiknya diperlakukan seperti agamanya sendiri. Yang dianut, dipercaya, dicintai, dijadikan gaya hidup, dan dibela mati-matian jika ‘diselewengkan’.

Makanya saya saat ini tidak heran kalau mengingat-ingat teman-teman yang rela mati-matian menerapkan militansi gaya hidup straight edge dalam hidupnya. Rela tidak makan daging, tidak merokok, bahkan sampai rela berepot-repot ria untuk tidak memakai pakaian dari kulit binatang dan tidak menggunakan kendaraan bermotor, hanya demi diakui sebagai seorang straight edger yang ‘kaffah’.

Yang semacam itu memang bukan “agama” sebagaimana kita mengenal Islam yang berasal dari wahyu. Namun inilah yang pernah disebut seorang pemikir Islam DR. Hamid Fahmi Zarkasyi dengan istilah “faith without religion”. Sebuah keyakinan yang sangat ‘agamis’ tapi sebenarnya bukan agama. Diperlakukan layaknya agama, padahal sebenarnya mereka menolak campur tangan agama. Mereka menjalaninya sebagaimana menjalani ajaran agama.

Mungkin tuhannya bukan Tuhan yang bisa menciptakan alam semesta beserta isinya, tapi hawa nafsu mereka sendiri. Mungkin nabi mereka bukan seperti nabi-nabi umat Islam yang shalih, akhlaknya baik, bersorban dan berjenggot, tapi bisa jadi orang-orang macam Ian McKaye, Johnny Rotten, Jello Biafra, Ozzy Osbourne, James Hetfield, Jeff Hanneman, sampai orang macam Aliester Crowley-lah yang berperan sebagai ‘nabi’ dalam ‘agama’ mereka itu. Kitab-kitabnya juga bukan berisi ayat-ayat yang diwahyukan langsung melalui malaikat, melainkan zine-zine, majalah-majalah dan situs-situs yang memuat setiap ‘sabda’ dari para musisi-musisi yang mereka banggakan.

Mereka tidak suka agama dicampur-adukkan dalam genre musik mereka, namun secara tidak sadar mereka sudah menjadikan genre musik itu sebagai agama mereka sendiri. Yang mereka perlakukan sebagaimana layaknya kami sebagai orang muslim menganut agama Islam.*[]

Oleh: Aik

Revolusi Metal! (Bukan Mental)

jkw-202x300

SUBCHAOSZINE–Saya nggak bisa ngebayangin gimana ya wajah negara ini nanti kalau presidennya ternyata seorang metalhead kayak Jokowi. Sampai vokalis Lamb Of God, Randy Blythe aja ikutan heboh atas terpilihnya Jokowi. Si bule itu sampai bilang, “Secara menakjubkan, hadirin sekalian, presiden Indonesia yang baru adalah seorang metalhead dan seorang penggemar Lamb Of God!”

Bahkan saking takjubnya, Randy menjuluki Jokowi dengan sebutan “The World’s First Heavy Metal President!”

Pernyataan Randy Blythe itu akhirnya bikin gempar metalheads seluruh dunia. Gimana enggak, hampir seluruh website musik kelas dunia ikut-ikutan nyebarin berita itu. Sampai-sampai salah seorang teman yang aktif di scene underground negeri tetangga ikut-ikutan kepengen punya presiden seperti yang dipunyai Indonesia ini. “Gapapa,” saya bilang. “Hijrah aja sekalian”. Biar bangsa Indonesia penuh dengan para metalheads. Hahaha.

Bangga? Hmm… memangnya apa yang mesti dibanggakan? Cara berpikir saya sih simpel aja sih. Mungkin bisa diwakili sama pertanyaan singkat: “Memangnya kalau presiden Indonesia seorang metalhead, lalu apakah Indonesia akan lebih baik?”

Memangnya kalau presidennya metalhead, apa problem krisis di Indonesia akan beres?

Iya! Mungkin aja! Hahaha. Kalau problemnya “semakin sulitnya mencari rekaman band-band metal luar negeri”, inshaAllah akan terselesaikan. Atau kalau problemnya “semakin susahnya perijinan konser band-band asing di Indonesia”, saya jamin setelah ini nggak akan terjadi lagi yang seperti itu. Wong belum dilantik aja, udah banyak band-band metal bule yang kepengen ke Indonesia cuman demi ketemu sama Jokowi. Meski cuman ngobrolin “album Slayer yang mana yang paling bagus”, kata Blythe.

Jiah elah… penting banget yah?

Aah udah ah! Mending kita siap-siap aja. Indonesia mungkin bakal ngalamin “revolusi metal” (bukan mental) besar-besaran setelah ini. Bener kata vokalis Lamb Of God itu, Indonesia emang satu-satunya negara didunia yang punya presiden seorang metalhead. Saya mencoba ngebayangin (baca: berfantasi) aja apa yang bakal terjadi nanti setelah ini kalau “revolusi metal” itu bener-bener diterapkan di negeri ini. Apakah mungkin nanti seluruh PNS diwajibkan melakukan headbanging secara rutin setiap Jumat sebagai ganti senam pagi? Atau apakah mungkin stagediving nanti bisa diajukan menjadi salah satu olahraga bergengsi di KONI? Atau mungkin lagu Indonesia Raya dirubah jadi Enter Sandman? Atau bakal ada kewajiban mengucap salam metal 3 jari dalam pertemuan-pertemuan resmi? Atau bakal muncul kebijakan seluruh masjid buat ngubah ketukan bedug-nya jadi ketukan hyper layaknya Napalm Death? Atau suara adzan akan diganti dengan jenis vokal growl dan scream biar semua pada cepet ke masjid?

Aduuuh, saya nggak ahli kalau ngebayangin yang aneh-aneh gitu. Mungkin saya mikirnya kejauhan. Dan mungkin Randy Blynthe lebih bisa berfantasi kalau soal beginian. Terus terang, saya males mikir.*[]

Oleh: Aik

Tolong Jangan Panggil Zionis “Babi”

SUBCHAOSZINE–Plis, tolong jangan panggil zionis dengan sebutan “Babi”.

Karena zionis fasis, sedangkan babi tidak fasis.

Zionis suka membunuh sesama manusia, sedangkan babi tidak suka membunuh sesama babi.

Babi berak di rumahnya sendiri, sedangkan zionis berak dirumah orang lain.

Jadi memanggil zionis dengan sebutan “babi” berarti sudah menghina babi!

Maka sebaiknya panggil mereka: “Kotoran babi”!*[]

jangan-panggil-zionis-babi-1024x1024

Oleh: Aik

Vegan, Animal Liberation dan Bagaimana Islam Memperlakukan Hewan

SUBCHAOSZINE–Setelah lebih dari lima belas tahun saya mengenal Minor Threat sebagai band yang mempopulerkan faham straight edge, baru-baru ini saja saya tidak sengaja membaca berita tentang bagaimana sang vokalis, Ian McKaye merayakan ulang tahunnya yang ke-50 dengan pesta bersama istri, anaknya, dan juga teman-teman dekatnya. Seorang wartawan sempat menanyai istrinya tentang makanan apa saja yang dihidangkan saat itu, kemudian dia menjawab bahwa seluruh makanan yang disiapkan ketika itu hanya makanan vegetarian dan beberapa softdrink saja. Dalam berita yang saya baca itu juga disebutkan bahwa Ian McKaye sudah bertahun-tahun menganut gaya hidup vegan, sejak mencetuskan gerakan straight edge saat masih di Minor Threat pada awal 80-an.

Ian McKaye

Mungkin bisa dibilang militansi Ian McKaye itu luar biasa, jika benar lebih dari 30 tahun dia tidak menyentuh daging sedikit pun. Karena mungkin jika kita hanya jauh dari merokok, minum alkohol dan seks bebas pasti tidak sesulit melepaskan diri dari makanan yang berupa daging. Yaa, mungkin untuk sebagian orang memang sulit. Tapi entahlah apa yang mendorong Ian berbuat sedemikian militan. Karenanya sulit bagi saya untuk tidak menganggap straight edge itu sebagai ‘agama’ bagi para penganutnya, sampai benar-benar rela menjalani gaya hidup ‘susah’ semilitan ini. Karena menurut saya, hanya ajaran agama-lah yang paling pantas dijalani hingga semilitan itu. Terserah jika ada yang berbeda dengan pendapat saya ini. Saya tidak sedang ingin memperdebatkan soal itu.

Dalam tulisan ini saya lebih tertarik untuk membahas alasan mengapa seseorang memutuskan untuk menjadi vegan-straight edger. Tulisan saya sebelumnya mungkin juga pernah menyinggung sedikit soal ini, namun saya ingin membahas lebih panjang lebar lagi dalam tulisan ini.

Menurut beberapa referensi tulisan yang ada di situs Animal Liberation Front, ada alasan mengapa seseorang untuk memilih jalan hidup vegan-straight edge yang secara umum dibagi menjadi 2 (dua) alasan mendasar. Pertama, ingin menerapkan gaya hidup sehat. Menurutnya dengan tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari daging akan mengurangi kemungkinan terkena penyakit kanker atau penyakit berbahaya lainnya. Ada juga yang berpendapat dengan tidak memakan daging, maka akan lebih mudah mengontrol emosi karena kandungan dalam daging mampu menaikkan tekanan darah. Kedua, karena bentuk kepedulian terhadap hak-hak hidup hewan. Sebagaimana penganut straight edge hardline, hewan dianggap makhluk hidup yang memiliki hak hidup sebagaimana manusia. Tidak boleh dibunuh, sebagaimana manusia juga tidak boleh saling membunuh. Memakan dagingnya saja dianggap kejahatan, apalagi menggunakan bagian-bagian tubuh hewan lainnya seperti kulit, tanduk, atau tulangnya untuk kepentingan manusia akan dinilai sama sekali tidak ‘ber-peri kehewanan’.

Bagi alasan pertama, yang ingin menerapkan hidup sehat, memang benar, bahwa mengurangi konsumsi terhadap daging dapat mengurangi resiko penyakit kanker, serangan jantung, kolesterol, dan beberapa penyakit lainnya. Tapi, seperti yang pernah saya bahas dalam tulisan saya sebelumnya, cara itu bukan berarti tidak menyebabkan efek samping apapun, karena menjadi vegan akan menyebabkan tubuh kekurangan protein-protein penting yang hanya bisa didapat melalui konsumsi daging. Maka solusi paling tepat untuk hal ini adalah tetap mengkonsumsi dalam jumlah yang secukupnya, terkontrol dan seimbang. Saya pikir solusi ini disepakati oleh dokter-dokter atau ahli gizi dimanapun.

Sedangkan alasan kedua, yang menganggap bahwa menjadi vegan berarti ikut peduli terhadap hak-hak hidup hewan, menganggapnya sebagai makhluk hidup yang memiliki hak hidup sebagaimana manusia, tidak boleh dibunuh, apalagi dimakan dagingnya. Alasan-alasan semacam ini akan kita dapatkan jika kita berbagai tulisan dari aktivis-aktivis Animal Liberation Front, sebuah gerakan pembelaan hak-hak hewan yang paling populer dikalangan anarkis, punk, dan aktivis lingkungan yang radikal. Saya juga ada pendapat soal ini. Menurut saya, pemikiran semacam itu hanya didasarkan atas logika nalar semata yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Coba kalau mereka mau mempelajari teks-teks wahyu yang menjelaskan alasan Tuhan menciptakan hewan-hewan dimuka bumi pasti tidak akan terjerumus pada pola pikir yang sedangkal ini.

Meat = murder? Oh really??
Meat = murder? Oh really??

Para aktivis animal liberation di negara-negara Barat, tidak jarang yang menentang ibadah Qurban yang dilaksanakan umat Islam rutin setiap tahun bersamaan dengan Idul Adha karena dinilai sebagai ibadah yang tidak ber-pri kehewanan. Bagimana tidak, mereka berpikir hanya dari sudut pandang ‘hewaniyah’. Mencoba merasakan bagaimana rasanya ‘dibantai’ oleh umat Islam setiap tahunnya untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang disekitar lalu dimakan ramai-ramai. Jelaslah kalau mereka berpikir sedangkal itu pasti ujung-ujungnya adalah kasihan kepada hewan-hewan ternak yang dijadikan sembelihan Qurban.

Padahal siapa yang paling mengerti perasaan hewan-hewan itu? Apakah manusia yang sama sekali tidak pernah merasakan hidup sebagai hewan, ataukah Allah Ta’ala Sang Pencipta dari hewan-hewan tersebut? Dengan logika sederhana itu, saya pikir orang bodoh pun akan menjawab bahwa Allah-lah yang lebih paham siapa-siapa yang diciptakan-Nya. Sehingga segala sesuatu yang terkait dengan interaksi kita terhadap hewan, seharusnya selalu berdasarkan anjuran-anjuran AllahTa’ala dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Artinya, ketika Allah Ta’ala memerintahkan untuk menyembelih hewan pada saat ibadah Qurban, maka lakukan saja! Karena Allah Ta’ala tidak akan menyalahi ke-Maha Pengasih-an dan ke-Maha-Penyayang-an Allah Ta’ala kepada hewan-hewan yang diciptakan-Nya sendiri. Allah lebih tahu apa yang mereka rasakan daripada kita yang jelas terbatas pengetahuan dan kemampuannya.

Tapi orang-orang kafir di Barat dengan segala prasangka buruknya terhadap Islam tetap saja suka mencari-cari kesalahan ajaran Islam. Sebagaimana yang terjadi beberapa tahun lalu pernah ada yang protes tentang metode penyembelihan yang diajarkan didalam Islam. Seorang Sekretaris Eksekutif LPPOM Yogyakarta yang juga menjadi Dosen di Fakultas Peternakan UGM, Ust. Nanung Danar Dono, S.Pt pernah menyampaikan dalam artikelnya bahwa di Barat, syariat Islam dituduh sebagai syariat yang tidak manusiawi dalam hal penyembelihan hewan. Tuduhan itu muncul berawal dari kesalahan mereka memahami hadits Rasulullah Saw yang berbunyi:

“Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan (ihsan) pada segala sesuatu, maka jika kalianmembunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih, (yaitu) hendaklah salah seorang dari kalianmenajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya” (HR. Muslim)

Menurut orang-orang Yahudi dan Nasrani di Barat, hadits ini seolah terkesan sadis dan mengerikan. Bagaimana tidak, Islam seolah-olah diajarkan untuk jadi ‘pembunuh’ dan ‘penyembelih’ yang ahli dan terlatih. Belum lagi ada kata-kata “…tajamkan pisaunya…” pula dalam hadits tersebut, membuat seolah-olah Islam memang mengajarkan kekerasan.

Ditambah lagi hadits tentang ibadah Qurban yang menggunakan kalimat “menumpahkan darah” seperti dalam riwayat Rafi’ bin Khadij ra, Rasulullah Saw bersabda:

“…Segerakanlah atau sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah dan sebutlah nama Allah, maka engkau boleh memakannya selama alat itu bukan gigi dan kuku…(dst)” (HR. Muslim)

yang kemudian semakin memberi kesan seolah-olah Islam adalah agama yang menyukai pertumpahan darah.

Lalu bagaimana sebagai umat Islam menyikapi hal ini? Jelas kita wajib mengimani hadits sebagai landasan hukum kedua dalam Islam setelah Al-Quran. Terlebih, hadits tersebut adalah hadits shahih. Begitu juga kita wajib meyakini 1000% bahwa syariat Islam adalah syariat yang terbaik, sempurna dan tanpa cacat sedikit pun juga. Oleh karenanya, syariat Islam tidak membutuhkan hal lain sebagai penyempurna, karena pada dasarnya syariat Islam sudah sempurna.

Bagi orang-orang Barat, cara menyembelih dalam Islam itu mereka nilai sadis dan menyiksa hewan ternak, sehingga mereka berpendapat bahwa seharusnya cara yang terbaik dalam menyembelih hewan adalah dengan membuat hewan ternak yang akan disembelih itu pingsan terlebih dahulu, kemudian disembelih dalam kondisi tidak sadar. Cara ini mereka anggap yang terbaik, karena menurut logika mereka sang hewan tidak terlihat kesakitan dan tidak tampak meronta-ronta.

Dalam salah satu buku yang ditulis Salim A. Fillah yang pernah membahas soal ini menyebutkan bahwa orang-orang Barat menggunakan pukulan di bagian tertentu ke kepala ternak dengan kecepatan tertentu dan beban tertentu. Alat yang dipakai untuk membuat hewan tersebut pingsan adalah CBP (Captive Bolt Pistol) yang mereka anggap cara inilah yang paling ber”pri-kehewanan” dan paling aman untuk terhindar dari kemungkinan kecelakaan penyembelihan.

Lalu betulkah cara yang ditawarkan Barat itu adalah yang terbaik? Ternyata justru bantahannya berasal dari penelitian di Barat sendiri. Prof. Dr. Schultz dan Dr. Hazim dari Hannover University di Jerman pernah membuktikan bahwa penyembelihan yang menggunakan cara yang disyariatkan dalam Islam justru lebih manusiawi ketimbang penyembelihan dari Barat!

Penelitian itu dilakukan dengan cara memasangkan Electro-Encephalograph (EEG) di otak kecil beberapa sapi untuk mendeteksi atau merekam rasa sakit. Kemudian satu alat lagi bernamaElectro-Cardiograph (ECG) juga dipasang di jantung sapi-sapi tersebut untuk mengetahui aktivitas jantung sapi ketika nantinya disembelih. Setelah dibiarkan beberapa minggu sapi-sapi tersebut beradaptasi, kemudian separuhnya disembelih dengan cara yang sesuai dengan syariat Islam, sedangkan separuh sisanya disembelih dengan cara Barat.

Hasilnya, penyembelihan dengan cara Islam, yaitu dengan menggunakan pisau tajam dan memotong 3 saluran leher bagian depan – yaitu saluran makanan, saluran pernafasan, dan 2 pembuluh darah – ternyata tidak menimbulkan reaksi apapun pada EEG! Artinya penyembelihan menurut Islam tidak menyebabkan rasa sakit seperti yang dituduhkan orang-orang non-muslim di Barat. Bahkan pada detik ke-4 penelitian itu menunjukkan grafik EEG yang menurun secara bertahap yang mirip dengan kondisi tidur yang sangat nyenyak. Disaat yang sama jantung terdeteksi ada peningkatan aktivitas yang luar biasa yang menyebabkan seluruh darah didalam tubuh terpompa keluar! Kedua ahli dari Jerman tersebut mengatakan dengan sangat menakjubkan, “No feeling of pain at all!” alias tanpa rasa sakit sama sekali. Terlebih lagi daging sembelihan dengan cara Islami ini masuk dalam kategori healthy food karena tidak ada darah yang tersisa didalam tubuh sembelihan.

Bagaimana dengan sembelihan ala Barat? Pertama, karena pingsan, sapi yang disembelih ternyata hanya mengeluarkan sedikit darah. Alat EEG yang dipasang juga menunjukkan peningkatan yang tajam karena proses pemingsanan, sedangkan ECG yang dipasang di jantung justru drop ke batas yang paling bawah sehingga darah tidak terpompa keluar tubuh. Daging yang dihasilkan, jelas tidak sehat karena didalamnya masih terkandung darah yang menjadi sarang kuman dan bakteri pembusuk.

Satu penelitian ini saja sudah cukup tegas membuktikan secara ilmiah bahwa penyembelihan secara Islam sama sekali jauh dari penyiksaan terhadap hewan. Padahal masih banyak hal-hal lain yang bisa menjadi bukti ke-luarbiasa-an syariat Islam dalam hal penyembelihan. Seperti yang dipresentasikan oleh Mercy Slaughter pada tahun 2011 lalu dalam sebuah video yang saya temukan di Youtube beberapa hari lalu. Sebuah lembaga muslim di Barat yang fokus dibidang penyediaan makanan halal dan daging halal itu membuktikan dengan sangat jelas bahwa praktek penyembelihan menurut syariat Islam sama sekali tidak membuat hewan ketakutan, bahkan jika kita membacakan doa dan zikir-zikir tertentu akan membuat hewan-hewan yang akan disembelih tersebut pasrah, tenang, dan sama sekali tidak melakukan perlawanan! Tanpa dipaksa, tanpa diikat tubuhnya, bahkan tanpa dipegangi satupun kaki maupun tangannya! Salah seorang diantara mereka mengatakan bahwa inilah bukti  kalimatullah bisa sama-sama memberi efek ketenangan bagi manusia maupun hewan sekalipun.

Sekali lagi, inilah bukti bahwa Allah Ta’ala lebih tahu tentang apa yang Dia ciptakan. Sedangkan manusia hanyalah makhluk yang penuh prasangka. Jika manusia itu taat kepada Allah Ta’ala, mengikuti ajaran Rasulullah Saw, maka seluruh pertanyaan-pertanyaan dalam hidupnya akan terjawab melalui Islam. Jika tidak tunduk dan patuh terhadap aturan-aturan Allah, maka yang didapat hanyalah kesesatan. Dan kesesatan adalah sesuatu yang sangat didamba-dambakan oleh syetan.

“… dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-An’am 142)

Dari ayat tersebut jelas sekali bahwa Allah Ta’ala menciptakan hewan ternak untuk sebagiannya dijadikan sebagai pengangkutan dan sebagiannya untuk disembelih dan dimakan. Kemudian Allah Ta’ala melanjutkan ayat tersebut dengan larangan untuk mengikuti langkah-langkah syaitan karena syaitan adalah musuh yang nyata bagi kita.

Saya bukanlah ahli tafsir. Saya juga bukan orang yang ahli dalam mengkaji kandungan dari ayat ini. Namun saya khawatir bahwa yang dimaksud dalam kalimat “janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan” adalah larangan bagi kita untuk mengikuti orang-orang yang mengharamkan apa yang sudah dihalalkan oleh Allah Ta’ala. Daging hewan yang disembelih dengan cara yang halal, tentu dagingnya halal. Mengharamkannya – sebagaimana yang dilakukan para vegan – jangan-jangan justru mengikuti langkah-langkah syetan yang dimaksud dalam ayat itu. Wallahu’alam.[]

 

Oleh: Aik